IKHTIAR, TAWAKAL BERLABUH SYUKUR

04.49.00 0 Comments A+ a-



                                                                   بسماللهالرحمنر الرحيم  
                                    يٰبَنِىْۤ اٰدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْاوَلَا تُسْرِفُوْا‌ ۚ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ
"Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan."
  [31 :QS. Al-A'raf: Ayat] 

"Muslim yang kuat lebih baik dan lebih disukai dari muslim yang lemah”(HR. Al-Bukhari)
Berawal dalam makan dan minum merupakan para ulama dari sabda mengatakan, dan firman “Sederhana suci di atas, faktor utama terpeliharanya kesehatan.” “Karena tubuhmu memiliki hak terhadapmu, matamu pun punya hak terhadapmu….” (HR. Al-Bukhari no. 1975 dan Muslim no. 2722). 
Namun diri tak mungkin mampu memungkiri, akan tiba masanya sakit datang menyapa. Ketika sakit menyapa maka berobatlah, karena itulah saatnya tubuh menagih haknya. Dalam berobatpun, tentu kita disyariatkan berobat pada ahlinya. 

Rasulullah SAW bersabda: “Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi.” Ada seorang sahabat bertanya; ‘bagaimana maksud amanat disia-siakan? ‘ Nabi menjawab; “Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu.” (HR.Bukhari). Sarana menuju sehat Sarana menuju sehat, di antaranya bermula dari perut. Karena perut adalah sumber penyakit, maka nabi jauh-jauh hari telah mewasiatkan dalam membagi kapasitas penyusun perut. Dalam hadits Rasulullah bersabda, “Tiadalah anak Adam itu mengisi bejana yang lebih jelek dari perut. Cukuplah beberapa suap makanan untuk menegakkan tulang sulbinya jika ingin dipenuhkan, hendaknya perut dibagi tiga, 1/3 untuk makanan, 1/3 untuk minuman, dan 1/3 untuk pernafasan (udara).” (HR.Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Majah, Hakim) 

Menjadi hal yang pasti, jika kita mengikuti wasiat nabi ini, tentu tidak akan ada yang namanya kolesterol tinggi, gula darah melonjak apalagi obesitas. Ikhtiar, Lantas Tawakal Berlabuh Syukur Sebagai insan yang dicipta dengan bekal akal, tentu kita wajib berikhtiar sebelum bertawakal. Karena hakikat tawakal itu sendiri ialah berusaha maksimal terlebih dahulu, baru kemudian berserah atas apapun keputusanNya. Sebab, pemberi kesembuhan merupakan hak otoritas Allah SWT. Ketika ikhtiar lengkap dengan tawakal telah tertunai, sebagai wujud mensyukuri kesempatan yang telah Ia beri, hendaknya kita mempunyai rasa berkewajiban memberikan hak pada tubuh kita (beristirahat).
 
وَهُوَ الَّذِىْ جَعَلَ لَـكُمُ الَّيْلَ لِبَاسًا وَّالنَّوْمَ سُبَاتًا وَّجَعَلَ  النَّهَارَ نُشُوْرًا
"Dialah yang menjadikan untukmu malam (sebagai) pakaian, dan tidur untuk istirahat, dan Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha."
[QS. Al-Furqan: Ayat 47]

Kalimat ‘untuk istirahat’ dalam ayat ini mengandung maksud menjaga kesehatan. ‘Afiyah Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, dari Mu’adz bin Rifa’ah dari bapaknya berkata: Abu Bakar berdiri di atas mimbar kemudian menangis lalu berkata: Sungguh Rasulullah SAW berdiri pada tahun pertama hijrah di atas mimbar kemudian menangis, dan beliau bersabda: “Mintalah kepada Allah SWT ampunan (‘afwa) dan keselamatan (‘afiyah), sesungguhnya seseorang tidak diberikan sesuatu setelah keyakinan (iman) yang lebih baik dari keselamatan (‘afiyah).” Dalam kamus bahasa Arab, kata afiat (‘afiyah) diartikan sebagai perlindungan Allah untuk hamba-Nya dari segala macam bencana dan tipu daya, termasuk kesehatan. Iman jika didukung dengan sehat, tentunya dalam beraktivitas akan maksimal, seperti maksimal dalam bekerja. Dimana, memang dalam hidup kita perlu mencukupi kebutuhan dengan bekerja. Sebagai orang muslim kita diwanti-wanti untuk tidak bergantung pada orang lain, berusahalah dengan tangan dan keringat sendiri.
“Tidaklah seorangpun memakan makanan sama sekali yang lebih bagus dari memakan dari hasil kerja tangannya sendiri dan Nabiyyullah Dawud dahulu memakan dari hasil kerja tangannya sendiri.” (Shahih, HR. Al-Bukhari).

Dalam bekerja, kita harusnya menakar diri, dengan artian kita jangan menganiaya diri sendiri dengan dopping (penggunaan obat untuk meningkatkan stamina atau performa) demi memforsir kerja. Bekerjalah sesuai dengan kemampuan, ibarat mesin jika kerjanya diforsir maka belum tiba waktunya rusak, namun mesin yang divorsir tadi telah rusak lebih dini. Optimalkan yang Positif Karunia sehat, sebagai muslim yang mengerti Qur’an dan Sunnah. Barang tentu karunia sehat ini dipergunakan untuk optimalisasi kepositifan dalam diri, bukan hal negatif yang merugikan orang lain.
”Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain .” (HR. Bukhari).

Paripurnanya, banyak penunjang demi menciptakan pola hidup sehat. Makanlah yang memenuhi gizi (sesuai kemampuan masing-masing), olahraga sebagaimana yang diperintahkan nabi seperti berenang, memanah dan berkuda. Perlu kita yakini bahwa di balik perintah nabi, kini berenang diakui sebagai olahraga yang paling efektif, memanah sebagai pemusatan perhatian, berkuda sebagai sarana ketangkasan diri. Sungguh, apa yang disyariatkan Rasul-Nya, tentu banyak hikmah dan manfaat yang akan kita unduh.
                                 ***       

Kunjungi: